Showing posts with label kurikulum. Show all posts
Showing posts with label kurikulum. Show all posts

Saturday, October 22, 2011

Tujuan Belajar

Ada beberapa teman yang bertanya kepada saya, apakah alasan kami memilih homeschool untuk pendidikan anak-anak kami. Untuk menjawabnya, saya perlu lebih dari sekedar satu kalimat. Hehehe.

Kedua anak kami pernah bersekolah formal. Si sulung sampai SD kelas 2 dan anak kedua kami sampai jenjang TKB. 
Sebagai orang tua, kami sadar, bahwa anak yang ada di keluarga kami adalah titipan dari Sang Pencipta. Untuk itu kami tidak berani sembarangan mendidik mereka. Kami memiliki tanggung jawab yang sangat amat besar untuk mendidik mereka dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan pertama dimulai dengan MENDIDIK DIRI SENDIRI. :)

Kami menyadari betul bahwa apa yang kami tabur, itu yang akan kami tuai.
Setiap suap yang saya makan sejak mengandung, kami harus memilihnya dengan hati-hati. Sama seperti membangun rumah, jika dibangun dengan bahan-bahan yang berkualitas, pasti juga hasilnya berbeda dengan menggunakan material sembarangan. Suami saya melarang saya untuk makan junk food dan fast food selama masa kehamilan. Mi instan apalagi. Sayuran mentah dan menghindari kucing supaya terhindar dari berbagai resiko terkena virus. Sedapat mungkin, saya tidak sakit selama masa kehamilan. Saya memakai payung sekalipun hujan gerimis. Tubuh saya adalah tempat bertumbuh anak yang harus saya jaga dan rawat sepenuh hati.  Sebagai istri dan calon ibu, saya patuh karena semua yang dilarang suami adalah untuk kebaikan anak dan diri saya sendiri. Dengan asupan gizi yang baik, saya mendapati tubuh saya sendiri lebih fit. Saya juga melihat teladan dari orang tua saya yang gemar makan makanan sehat. Jus adalah menu rutin setiap pagi dan berbagai buah-buahan yang menjadi cemilan sehat. Awal kehamilan merupakan salah satu titik balik dalam kehidupan saya, setiap suap adalah PENTING. Saya mulai lebih berhati-hati dalam memilih asupan makanan. 

Seiring waktu berjalan, semakin banyak yang saya sadari, bahwa dalam setiap langkah kehidupan, ada begitu banyak yang harus dipelajari. Saya belajar bagaimana menjadi seorang isteri. Saya belajar menjadi seorang ibu. Saat saya mulai kewalahan menghadapi anak-anak, saya sadar, bahwa saya harus ikut kelas parenting dan membaca banyak buku tentang mendidik anak. Saat ada anggota keluarga sakit, saya mencari tahu tentang pencegahan dan penyembuhan penyakit. Saya membaca, bertanya dan terus belajar dan mendapati bahwa apa yang saya pelajari di sekolah dan waktu kuliah, hanya beberapa persen yang terpakai dalam dunia yang sekarang saya jalani.

Saya semakin sadar, bahwa begitu banyak yang terlewatkan untuk saya pelajari selama masa kanak-kanak dan remaja. Sekarang saya harus jumpalitan belajar mengurus suami, anak dan rumah sekaligus. Beban yang cukup berat. Hal-hal semacam ini yang membuat saya berpikir, anak-anak juga sedini mungkin diperkenalkan dengan life-skills. Keterampilan kehidupan, yang tidak ada di dalam kurikulum nasional. 

Selama mereka sekolah, saya mencoba melakukan berbagai aktifitas bersama mereka sepulang dari sekolah. Hasilnya tidak efektif. Hubungan kami tidak dekat waktu itu karena sering diwarnai ketegangan. Bentakan, kerutan dahi dan mata melotot menjadi aktivitas saya sehari-hari. Mengerikan. Saya merasa hidup saya miserable. Nelangsa. Kejar-kejaran membuat PR, anak yang tidak mau belajar, maunya main. Gizi buruk karena saya masak seadanya karena waktu habis di jalan untuk antar jemput, kurang minum, anak-anak gampang sakit.. wah, saya bener2 bingung dan merasa hidup tidak maksimal. Saya mulai bertanya-tanya, apakah hidup harus dijalani dengan cara demikian? Saya mencoba bertanya dengan beberapa teman yang lain. Saya tidak menemukan jawaban yang memuaskan. Semua dari mereka memilih mengikut arus, seperti kebanyakan orang. Anak tidak bisa pelajaran di sekolah, ya di-les-in aja. Kita santai aja di rumah, nonton TV atau shopping. Oh. Saya tidak puas. Hati saya berontak dan merasa ada yang salah. Saya terus mencari jawaban.

Saya TIDAK ANTI-SEKOLAH
Tapi jika sekolah tidak jadi tempat belajar yang efektif dan merusak hubungan baik dg orang tua? 
Saya mendapati beberapa teman saya cerita, mereka menjadi marah dan stres jika anak mereka mendapat nilai jelek. Tidak memperoleh ranking. 
Sekolah sepertinya hanya menjadi ajang untuk memperoleh NILAI, bukan BELAJAR. TAKUT TIDAK NAIK KELAS. Ngerti atau tidak, jawaban HARUS DIHAFALKAN. Sepertinya tujuan sekolah hanya mancari nilai dan tidak tertinggal kelas
Kok standarnya rendah banget? 
Terus pikiran anak-anak dijejali hanya hal-hal yang tidak berguna? 
Menghafalkan nama propinsi adalah hal yang baik. 
Tapi dengan adanya free wi-fi, internet,  google dan smartphone, semuanya bisa dicari dalam hitungan detik.  
Wow, sadarkah kita hidup diera globalisasi? 

Sementara di beberapa negara sudah memakai iPad untuk belajar supaya anak tidak perlu membawa buku sekolah yang berat, di negara kita ini kita masih sibuk bentak2 anak yang gak mau nulis huruf A satu lembar penuh? Mungkin sebentar lagi kita hanya perlu mengajari anak-anak mengetik lebih banyak, karena nantinya mereka akan lebih banyak berurusan dengan komputer dan berbagai gadget yg lain daripada kertas dan pensil. 
Come on. It's time to open up our minds.

Saya geli membaca chat seorang teman di BBM, dia bilang kurang lebih seperti ini: "Jika kurikulum cuma hafalan, apa bedanya anak-anak dengan lumba-lumba?" Pernyataan yang sederhana, tapi mengena. 
Belajar jauh lebih dalam daripada sekedar hafalan. 
Coba tengok internet, berapa banyak educational games yang ada bertebaran. GRATIS. 
Ensiklopedia juga banyak. 
Kamus apalagi. 
Jangankan hanya kamus, kursus bahasa gratis yang hanya butuh mendaftarkan email saja ada banyak. 
Yang kita butuhkan hanya jaringan internet. Tidak punya komputer? Bisa ke warnet. 

Belajar dengan kualitas internasional? Bukan hanya untuk kalangan yang mampu membayar uang sekolah yang berjuta-juta sebulan. Hanya butuh internet dan ketelatenan kita untuk mencari website yang cocok dengan minat belajar anak saja.

Kami mendapati dengan homeschool, anak-anak bisa MENIKMATI PROSES BELAJAR
Sejujurnya, seringkali kami kewalahan meminta mereka berhenti belajar. Buku bisa dibawa ke kasur, saat waktunya tidur mereka keberatan untuk berhenti membaca. Bangun tidur, jika saya sudah sibuk mengerjakan pekerjaan rumah pagi2, saat akan mengepel kamar, saya mendapati mereka sudah bangun dan membaca LAGI! 
They love learning more than anything! Mereka jadi jarang bengong, mereka lebih produktif dan sangat amat membantu pekerjaan saya di rumah. 

Itulah cerita kami, kenapa kami memilih homeschool untuk mendidik anak-anak kami. 
Homeschool bisa dilakukan dengan biaya sesuai kemampuan tiap keluarga.
Homeschool tidak ada batasnya.
Bisa memasak sambil belajar. Menuang, menakar, menimbang. Itu salah satu cara kami belajar matematika.
Bisa mencuci sambil belajar. Memilah baju kotor. Menyalakan mesin cuci. Berhati-hati dengan colokan listrik. Belajar tentang P3K.
Homeschool bisa tentang apa saja. Di mana saja. Kapan saja. Dengan siapa saja. 

We love homeschool.

Beberapa buku parenting dan links yang sangat menginspirasi:







Belajar dengan asik! Satu lukisan bisa jadi belajar ke mana-mana. 
Sumber bahan belajar:
e-book 
Primary Languange Lessons: 
Homeschool Editon by Emma Serl
adapted and edited by Michelle Morrow

Semakin bertambah usia, seorang anak bertambah pula tanggung jawabnya secara bertahap.
Sebagai orang tua, kami bertanggungjawab melatih mereka semakin mandiri dan bergantung kepada Tuhan dari hari ke hari.
Tujuan kami adalah, saat mereka dewasa nanti, mereka siap menjadi pribadi yang menyenangkan, berkarakter baik, berbuat baik untuk diri mereka sendiri, sesama dan bumi.
Masakan Koko enak ya, Van? Sampe maunya dimasakin Koko, bukan Mama. :)

Hari ini Evan memutuskan mencoba menyetrika untuk pertama kalinya. 
Evan pembelajar yang sangat berhati-hati.
Sebelum menyetrika dia bertanya banyak hal tentang keamanan dan apa yang harus dilakukan supaya dapat menyetrika dengan aman.
 Sepanjang proses menyetrika, dengan pendampingan saya, saya menjelaskan tentang bahaya bermain dengan setrikaan. Perlunya konsentrasi penuh. Apa yang perlu dilakukan jika terdapat luka bakar dan melepuh.
 Awalnya dia tidak mau menyetrika, karena itu waktu mencuci sandal, dia bilang mau barter aja. Clay menyetrika lebih banyak. Dia yg cuciin sandal Clay. Tapi akhirnya, dia sendiri memutuskan untuk mencoba setelah melihat Clay sangat enjoy dengan setrikaan dan hasilnya rapi.
 Evan: "Ma, aku maunya yang gak ada sablonnya ya." (biar gak rusak)
 Evan memilih handuk kecil untuk project pertamanya. Setelah sukses, dia mau mencoba untuk menyetrika  T-shirt nya sendiri. Dia hindari sablonnya supaya gambarnya tidak rusak. Hasilnya? Rapi juga seperti Kokonya! Yay! You did it, Evan!
 
Pertama kalinya Evan dapat ikan! Yay!

Kung Kung Zhang Xue Li mengajak kami  tur ke  Pasar Burung Karimata Semarang.
Kami melihat berbagai jenis spesies burung di sana. Selain itu ada beberapa jenis binatang peliharaan lain yang dijual: monyet, kucing, ayam dan kelinci. Inilah awal muasal kelinci peliharaan kami. Mereka dibeli di Semarang dan dibawa naik kereta api. Hihihihi.
Terima kasih, Kung, sudah ajak kami jalan-jalan.


Menyusun Kurikulum sesuai Gaya Belajar Anak

Berikut adalah catatan saya di Facebook beberapa waktu lalu:

Dalam benak saya, pendidikan adalah HAK untuk semua orang*. Semua orang dilahirkan dan layak untuk memperoleh masa depan yang baik. Jadi, jika ada yg mengklaim bahwa belajar harus dengan biaya mahal, saya tidak setuju. 

Salah satu  perkataan Clay, anak sulung saya, sangat membekas di hati saya. 
Dia sangat terganggu dengan apa yang dilakukan Hitler
Keberadaan satu orang yang bisa memusnahkan banyak kehidupan dengan adanya holocaust.
"Ma, Hitler itu kan sebenernya pengen jadi pelukis. Tapi cita-citanya nggak kesampaian. Kalo misalnya dia enggak dihina, tapi ditolong buat dia bisa lakuin yang dia suka, mungkin dia nggak akan jadi kayak gitu ya."

Itu pemikiran seorang anak 10 th. Yang membuat saya jadi merenung dan berpikir.

Saya jadi teringat lagi tentang diskusi kami saat belajar biografi George Washington Carver
Seorang keturunan budak kulit hitam, yang ditolong oleh majikannya untuk sekolah dan kuliah. Kemudian, saat Amerika dilanda masalah pangan, George Washington Carver yg menyumbangkan ide dan memberikan solusi utk masalah pangan yang ada. 
"Ma, untung majikannya George baik ya. Dia meskipun kulit putih, tetep nggak merendahkan orang yang beda warna kulit. Malah disekolahin sama dia. Kalo enggak, siapa yang akan nolongin (Amerika) ya?'

Menabur kebaikan dan prasangka baik memang tidak pernah merugikan siapapun
Saya suka banget dengan prinsip Mas Aar Sumardiono dan Mbak Lala Mira Julia. Saya sedang mencoba menghidupi itu, meskipun ada pihak2 tertentu yang merugikan dan mengecewakan, tapi daripada saya hidup digerogoti dg hal negatif, saya bertekad tetap menabur yang baik saja. Saya percaya, ada langit di atas langit, dan ada Sang Pencipta yang melihat segalanya.

Nah, kembali ke laptop. :P

Menurut saya, setiap pendidik bisa menyusun lesson plan sendiri, sesuai kebutuhan anak. 
Caranya simple dan sangat mudah. 
Bisa mulai dengan apa saja yang dimiliki. 
Bukan apa yg tidak dimiliki dan tidak bisa dilakukan. 
Yang dibutuhkan hanya SIKAP POSITIF, bukan negatif.

Daftar apa yang ada:
- memiliki komputer dan internet (jk tidak, bisa ke warnet)
- berlangganan koran atau majalah
- memiliki akses ke perpustakaan
- memiliki akses ke toko buku (jk tidak memiliki budget untuk membeli, bisa membacanya di sana)
- memiliki akses angkutan umum
- TV, sewa VCD
- game online
- klub sepak bola
- teman sepantaran sebelah rumah, tetangga, keluarga
- dll.

Contoh:
Science Lesson Plan
Step 1:
dengan akses internet bisa browsing dengan kata kunci: free, lesson plan, dan level anak yang sdg belajar misal: kindergarten (TK), elementary (SD) dst.
Step 2:
ini salah satu contoh link yg saya temukan
Step 3:
eksplor lbh jauh, apakah materi ini cocok dengan kebutuhan anak, apakah anak tertarik untuk belajar, atau belum
-Tips:
jika anak tertarik satu subyek, materi yg disajikan akan sangat mudah diserap. Waktu yg pendek akan sangat efektif dibandingkan anak tidak tertarik dan dipaksa. Kami biasanya memilih kurikulum atau subyek yang akan dipelajari bersama. Dari sana saya makin mengenal bakat dan minat kedua anak saya, dan bisa menyiapkan materi yg mereka butuhkan dg lbh efektif.
Step 4:
Sesuaikan dengan gaya belajar anak.
Jika masih bingung blm mengenali gaya belajar anak, bisa ikut kuesioner di: 
atau di sini:
dan membaca artikel:

"One of the primary considerations you have to deal with as a parent and a home schoolteacher is your child's learning style. Not all learning programs are suitable for all students because of their individual preferences and behavior.
It is crucial for you to understand that each child has a unique learning style that should be the basis for an effective home education program."

Jika anak suka belajar yg interaktif, bisa google untuk game edukasi yang sangat banyak bertebaran di internet.
Gunakan kata kunci: game, interactive, online, kids, science, (sebutkan subyek dg lbh detail, misal: "cloud" -jk sedang belajar ttg awan)

Jika tidak mengerti bahasa Inggris dari kata kunci yang dicari, silakan ke: 
Step 5:
Untuk membuat percobaan yg berhubungan dengan topik yg sedang dipelajari, bisa cek di youtube. Apakah ada video percobaan dengan topik tsb.
Tips:
Saat mencari video di youtube, saya sangat menyarankan untuk TIDAK melibatkan anak, krn pengalaman saya, banyak video yg diupload di sana mengandung unsur pornografi. Jika kita sudah menemukan yg cocok, kita bisa pindahkan video itu ke laman facebook, untuk menghindari kita salah klik ke video lain.

Jika anak adalah pembelajar hands-on, suka membuat percobaan, bisa order kit untuk percobaan sains di:

Jika anak tipe yg suka beramai-ramai belajar, bisa ajak tetangga, teman lain atau bahkan kakek nenek untuk bersama-sama membuat percobaan. Sekalian belajar cara komunikasi dan sosialisasi.

Ini adalah beberapa tips yang simple dan sangat bisa dilakukan oleh siapa saja, baik yg hanya bisa bahas Inggris dengan pas-pas an sekalipun. (Malah ini akan menjadi kesempatan untuk belajar bahasa Inggris gratis!) :) 

Sebagai orang tua dan fasilitator pendidikan anak kita, satu hal yang wajib diingat.
Jika kita berhenti belajar, maka wawasan kita tidak akan berkembang.
Wawasan anak kita juga akan mandheg, sebatas wawasan kita.
Tapi, jika kita terus belajar dan belajar, wawasan semakin luas, berbagai kemungkinan dijajaki, kita sedang membentangkan jalan yg lebih luas kepada anak-anak untuk melihat.
Betapa luas dan banyak hal positif yang dia bisa lakukan bagi rumah kita, bumi kita tercinta.

Happy parenting and educating! 


 

*terinspirasi dari Ibu Ines Puspita

Untuk membaca beberapa komen yang ada di account FB saya, bisa klik ke: http://www.facebook.com/note.php?note_id=252930761404765


Kurikulum Belajar Selamanya

Beberapa teman inbox saya tentang kurikulum apa yang kami pakai di rumah. Sejujurnya, sekarang kami tidak memakai suatu kurikulum khusus seperti pada waktu awal kami homeschool.

3 tahun yang lalu, saya mencoba "memindahkan ruang kelas" ke rumah kami. Ada setting meja belajar, jam belajar, buku2 yg diatur rapi berjajar di rak, map untuk menyimpan lembar kerja, poster yang menempel di dinding.. Wah, persis ruang kelas. :P

Beberapa bulan pertama, kami memakai kurikulum sekolah jarak jauh. Makin persislah dengan sekolah yang cuma pindah lokasi ke rumah. Clay mengomel dengan rajinnya saat mengerjakan worksheet menulis selembar penuh dengan bahasa Inggris,"Lah, kalo begini ngapain homeschool. Ini malah lebih susah. Nulis aja harus pake bahasa Inggris.. bla.. blaa.." Hehehe. Evan juga tak kalah ngomel,"Ma, kalo ngomong pake bahasa Indonesia napa sih? Aku tuh nggak ngerti bahasa Inggrissss..!" Hihi. Memang serasa ngomong sama tembok setahun pertama kalo ngomong sama anak2. Tapi saya tetep aja ngoceh pake bahasa Inggris. Pemikiran saya, jika mereka nggak ngerti, ga masalah. Asal mereka terbiasa mendengar, menabung kosa kata dulu. Menabung kata-kata baru yg mereka nantinya akan bisa pakai untuk ngomong atau nulis. Itu saja. Tidak muluk2 kan?

Setelah bergabung dan berkenalan dengan banyak milis homeschool baik di Indonesia dan internasional, wawasan saya banyak dibuka dengan berbagai istilah "asing" yang sebelumnya saya tidak pernah dengar. Dari Devi Sutarsi saya pertama kali mengenal istilah "deschooling", dari Mbak Wiwiet Iskirra dan Verawati Arifin, saya bisa berkenalan dengan John Holt dan Charlotte Mason.  Mbak Ines dan banyak lagi, banyak memberikan pemikiran2 baru yang selama ini tidak pernah mampir ke pikiran saya. Mbak Ellen Kristi dan terjemahan serta tulisannya berkaitan dengan Charlotte Mason sangat menginspirasi. Ternyata banyak sekali yang saya masih harus mengerti. Padahal saya sudah mempersiapkan diri untuk homeschool sejak 8th yang lalu! Belajar memang tidak mengerti istilah berhenti, kalau kita mau terus maju.

Ternyata, homeschool dari apa yang aku baca, share di milis dan baca di blog teman2ku, sama sekali berbeda dengan apa yang ada di pikiranku. Bukan hanya mencari nilai, tapi lebih ke banyak hal2 praktis yang menjadi bekal hidup si anak. Di masa sekarang dan di masa depan.

Cara belajanya pun disesuaikan dengan minat dan cara belajar yang paling efektif. Saya pernah baca di koran elektronik, seorang homeschooler yg menghabiskan waktunya setahun untuk berlayar seorang diri. Reaksi saya saat itu:"Hah? Trus gimana belajarnya?" Karena saat itu yang ada di pikiran saya adalah belajar = duduk manis, buka buku dan menulis dengan rapih dan benar. Dasar kuper tapi sok tau saya ini. Jaman sudah berubah banyaaak. Sadarlah..! LOOK AROUND! #itu refleksi setelah kumpul sering2 dg para pelaku homeschooler di berbagai belahan bumi. :P

Jadi setahun awal homeschool, saya pilih banyak diam dan mencari banyak info yang benar ttg homeschool. Iya, cari infonya yg benar, krn ada tokoh2 tdk bertanggungjawab yg memberikan info yg menyesatkan ttg homeschool.

Untuk teman-teman yang berminat mengetahui lebih banyak tentang homeschool, ada beberapa buku yang saya referensikan untuk dibaca:
1. Homeschooling: Lompatan Cara Belajar ditulis oleh: Sumardiono
2. Anakku Tidak Mau Sekolah ditulis oleh: Maria Magdalena
3. Warna Warni Homeschooling penulis: Ines Setiawan, Ratu Vanda, Maria Magdalena dkk.

Saya semakin sadar, setelah membaca blog Maria Magdalena "Belajar Tanpa Batas", dari judulnya saja kebayang kan, apa saja bisa dipakai untuk belajar. Blog Mas Sumardiono dan Mbak Mira Julia, Rumah Inspirasi, sangat inspiratif banget, melihat Yudhis, Tata dan Duta bermain sambil belajar. Lho? Kok malah bermain dulu baru belajar? Waah.. saya bener2 sudah ketinggalan jaman. 

Dari situ saya  mulai menekuni buku2 Charlotte Mason (bahkan ada kurikulum gratisnya di sini) dan John Holt. Semakin saya membaca, semakin banyak menemukan banyak pencerahan2 baru.

Yuk terus belajar dan membuka diri dengan wawasan baru!
Happy Monday!

Support groups yang menginspirasi saya:

Note:
Saya bahkan bisa membeli buku-buku bekas dengan kualitas bagus juga di http://www.thehomeschoollounge.com/. Ada teman yang salah membeli kurikulum dan dijual lagi dg murah, dll. Makin banyak teman, makin asyik!

"Tapi kan Inggris saya pas-pas an? Gimana bergabung dg komunitas internasional spt itu?"
Sepertinya ini menjadi "ajang gratis" untuk belajar bahas Inggris sekalian mendapatkan teman dan ilmu baru. :) 
SEMANGAT!