Sunday, May 15, 2011

Dua Pertanyaan Wajib


Selama perjalanan homeschooling kami, dua pertanyaan wajib yang SELALU ditanyakan kepada saya adalah:
1. Ijazahnya nanti gimana?
2. Sosialisasinya gimana?

Yang paling membuat sebal adalah tatapan mata dan bahasa tubuh sang penanya yang (menurut saya) berlebihan. Tatapan ngeri, bola mata membesar, tangan yang digerak-gerakkan seakan-akan anak-anak saya dalam stage "berbahaya", dan sayalah yang "membahayakan" mereka. Oh, please.

Berikut adalah beberapa inspirasi yang membuka mata saya bahwa IJAZAH bukanlah sesuatu yang mutlak diperlukan.
"I failed in some subjects in exam, but my friends passed in all. Now he is an engineer in Microsoft and I am the owner of Microsoft." 
 Bill Gates
Bill Gates, pemilik perusahaan Microsoft, menyatakan dia gagal ujian dalam beberapa mata pelajaran. Teman-temannya yang tidak pernah gagal, mereka bekerja di perusahaan Microsoft miliknya.
Kebanyakan kita ketakutan jika tidak memiliki ijazah, karena kita tidak pernah sempat menggali dan menemukan potensi diri kita sendiri. Kita terlalu sibuk mengejar nilai tinggi. Untuk apa? Supaya naik kelas. Supaya ranking. Biar bangga?  Duh, motivasi dan tujuannya kok serendah itu. Hanya utk naik kelas. Lalu apa? Please. Sebenarnya tujuan pendidikan jauuuuuuh lebih tinggi dibandingkan sekedar nilai dan ijazah.

Silakan klik link di bawah ini, baca dan termotivasi dengan inspirasi Om Bob Sadino.
http://qnoyzone.blogdetik.com/index.php/2010/02/04/inspirasi-bodoh-vs-pintar-ala-om-bob-sadino/
http://blogbintang.com/motivasi-hidup-bob-sadino

Dan satu lagi dari Robert Kiyosaki:
Ini penggalan kalimat yang saya ambil di:  http://www.educationreformbooks.net/richandhappy.htm

People do not need a complex education in order to become rich.  Richpeople have acquired habits and followed principles, which have enabled them to succeed in life.  In Kiyosaki’s (1993) opinion, even a seven-year-old can be taught these habits and principles.  Herein lies the fallacy of the education system: Although highly specialized subjects such as medicine and astronomy require tremendous education, getting rich requires little education  

Kiyosaki, R.T. (1993).  If you want to be rich and happy, don’t go to school:  Ensuring lifetime security for yourself and your children. Santa Rosa: Aslan Publishing Co.


Jawaban pertanyaan #1 dari saya:
Untuk apa dulu ijazah?
Jujur, saya prihatin sekali dengan soal-soal Ujian Nasional yang dari tahun ke tahun nyaris TIDAK BERUBAH. Sampai beberapa buku untuk latihan soal UN berani memberikan label di halaman sampul: JIKA TIDAK LULUS UANG  KEMBALI. Hahaha.. geli dan campur prihatin saya membacanya. Kok kayak iklan obat kuat? *tepok jidat*

Ternyata soal dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan yang berarti. Menyedihkan bukan?
Apakah dengan beberapa pertanyaan seorang anak akan dijamin mengerti banyak dan siap untuk ke jenjang kehidupan berikutnya?
Menurut saya, daripada mengejar ijazah, mendingan mengejar pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Belajar mencipta. Mempunyai semangat untuk menciptakan. Berkreasi. Berani untuk salah. Belajar bersama anak-anak, saya mendapati beberapa penemuan terjadi karena "kesalahan" dan "kecelakaan". Yang belajar sains pasti tahu maksud saya.

Saya tidak tahu, apa yang akan terjadi di masa depan anak-anak saya. Umur saya terus bertambah dan harapan saya, mereka sudah bisa mandiri jika suatu hari saya tiada.
Untuk itu salah satu target dalam homeschooling kami adalah, rencana bagaimana nantinya mereka bisa mandiri untuk memperoleh pendapatan sendiri.

Berikut beberapa diskusi kami untuk masa depan mereka.
Clay, suka musik, sejarah dunia, sains, membaca dan olah raga.
Beberapa list cita-cita yang pernah dia sebutkan dan alasannya:
- tukang parkir
(baik, membantu orang supaya mobilnya tidak nyenggol mobil lain, asyik - bisa main peluit tanpa dimarahin) XD
- presenter acara TV NatGeoWild seperti Brady Barr
 (suka sains, asyik keliling dunia, belajar banyak hal baru) ---> mendapat larangan Evan karena menurut Evan, berbahaya jika melakukan pekerjaan spt itu. Too risky! Hahaha.. Akhirnya setelah Clay mempertimbangkan pendapat adiknya, dia berganti cita-cita menjadi...
- pemain badminton! hihihi.. atau
- pemain basket
- memberi les musik ke anak-anak (dia sedang menabung untuk membeli piano bekas)

Dari sini kami mengenal minat dan talenta anak-anak kami. Diskusi yang sederhana dalam percakapan sehari-hari. Clay ikut klub basket dan badminton. Minat dan bakat TIDAK perlu dilihat dengan tes bakat melalui sidik jari dan golongan darah menurut saya. Dengan diskusi, percakapan dan seringnya waktu yang kami habiskan bersama sebagai keluarga, kami bisa mengenali anak-anak kami, yang bedanya bagaikan bumi langit. ;P

Evan, suka memasak, main catur, main game, belajar programming, segala sesuatu yang berkaitan dengan komputer dan gadget.
Cita-cita:
- pelawak (bisa membuat orang tertawa dan happy)
- mempunyai kafe makanan sehat dan lezat (makanan enak kebanyakan pake penyedap dan pengawet, aku mau bikin yang enak tapi sehat)
- membuat game untuk dijual ke Apple (untuk iPhone dan iPad)

Kami memandang kehidupan ini adalah pembelajaran itu sendiri.
Dengan homeschool, wawasan anak-anak bertambah luas, karena kami mengajak mereka lebih sering eksplor dunia kerja.
Papa mereka sering berdiskusi masalah yang ada di kantor, memberitahu tentang marketing, negosiasi, dsb.
Mereka mempunyai "kelas bisnis" di rumah dengan menonton TV kabel "The Apprentice" dan "DC Cupcakes". Mereka melihat betapa sulitnya bekerja. Mereka jadi lebih menghargai hasil jerih lelah Papa mereka. Mereka lebih mudah diajak untuk berhemat dan tidak konsumtif.

Untuk jawaban #2: Sosialisasi
Definisi sosialisasi :
a. Prof Dr. Nasution, SH
Sosialiasi adalah proses membimbing individu ke dalam dunia sosial
b. Peter I Beger
Sosialisasi adalah proses seorang anak belajar menjadi anggota masayarakat yang berpatisipasi aktif.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1809954-sosialisasi/#ixzz1MOvWSw7w

http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi

Tidak ada masalah sama sekali.
Kami mendapat lebih banyak teman baru dengan homeschool, karena pergaulan anak-anak kami tidak dibatasi oleh usia.


Mereka lebih menghargai orang yang ada di dekat mereka, siapapun dia.
Mereka memiliki waktu luang untuk menanam pohon dan merawat kebun untuk berpartisipasi menghijaukan bumi.
Dulu, mereka hanya disibukkan dengan PR dan menghafalkan bahan-bahan ulangan.
Mereka lebih berkarya nyata bagi masyarakat dan ikut aktif berperan serta untuk misi perdamaian dunia dg ikut membuat batik bersama Klub Oase dan Paix Project-Canada.
http://rumahinspirasi.com/homeschooling/cerita-workshop-batik-paix-project

Betapa kayanya kami, karena tidak bersekolah.
Sekolah kami adalah SEKOLAH KEHIDUPAN.
Belajar dari siapa saja, apa saja dan kapan saja.



Saturday, May 7, 2011

If I Had My Child to Raise Over Again by Diana Loomans



If I Had My Child to

Raise Over Again



Diana Loomans (c) 2008



If I had my child to raise over again,

I'd finger paint more, and point the finger less.

I'd do less correcting, and more connecting.

I'd take my eyes off my watch, and watch with my eyes.

I would care to know less, and know to care more.

I'd take more hikes and fly more kites.

I'd stop playing serious, and seriously play.

I'd run through more fields, and gaze at more stars.

I'd do more hugging, and less tugging.

I would be firm less often, and affirm much more.

I'd build self-esteem first, and the house later.

I'd teach less about the love of power,

And more about the power of love.

 From 100 Ways to Build Self-Esteem & Teach Values by Diana Loomans (c) 2004 New World Library

Special thanks to Mbak Andini Rizky dan Mbak Mbak Luvianne Maswardi yang "memperkenalkan" aku dengan Diana Loomans. 

Friday, May 6, 2011

Jakarta Green Monster

Booth Pepsodent, Evan geli melihat ada gigi yang besaaar.. dan sikat giginya juga besoarr!

Jakarta Green Monster Booth mengajarkan anak-anak bagaimana membuat kertas daur ulang dari kertas koran.
http://rujak.org/jakarta-green-monster/

LUMINTU

 Lumayan itung-itung nunggu tutup usia“. Nama dan singkatan yang unik dan menarik. Dalam hati saya tersenyum.  Lantas, apakah Lumintu itu?
http://green.kompasiana.com/limbah/2010/11/14/lumintu-apaan-sih-tu/

Clay, Evan, Joel dan Chloe mendapat kesempatan berkunjung ke booth LUMINTU. Menarik sekali. Berbagai barang bekas bisa "disulap" menjadi berbagai mainan yang keren. Bahkan ada yang menjadi tas, map dan ransel.

Clay dan Evan berfoto bersama kakak yang mengajari mereka membuat robot dan pesawat dari barang bekas. Seorang kameraman mendatangi Evan dan menanyakan beberapa pertanyaan kepada Evan. :) Ditayangkan di stasiun TV apa, Van? Hehehe.

Super, Maaannn!

Green Festival 2010 membeberkan banyak fakta tentang polusi dan beberapa tips untuk menguranginya. Salah satunya adalah dengan naik angkuatan umum daripada kendaraan pribadi. Selain menghemat ongkos, jejak karbon yang dihasilkan juga akan berkurang.

Kalau bepergian dengan jarak dekat, sebisa mungkin, berjalan kaki atau naik sepeda. Selain bebas polusi, itu akan menyehatkan badan kita. Tubuh kita sehat, kuat dan supeeer, Maaaannn! :p

Komitmen Menanam Pohon

Clay dan Evan memperoleh bibit pohon untuk dibawa pulang ke rumah dan ditanam di pekarangan rumah. Pohon membutuhkan wajktu untuk tumbuh dan memiliki banyak daun. Daun berfungsi untuk menyerap karbondioksida (polusi udara, asap knalpot) dan menghasilkan oksigen di pagi hingga sore hari.

Hindari berdekatan dengan pohon yang lebat daunnya di waktu malam hari, karena pohon menghasilkan karbondioksida pada malam hari dan menyerap oksigen.

Ayo, menanam, supaya saat anak-anak kita besar, bumi masih hijau dan terawat!

Mobil dari Barang Bekas

Bermain dengan barang bekas dan permainan sederhana di Green Festival 2010. Evan dan Joel bermain tumpuk kartu dan mobil-mobilan dari barang bekas bersama Chloe.

Roket Air

Thanks to Tante Devi yang membayar tiket main "Roket Air". Horeeee!! Kami basah kuyup sambil belajar fisika. Seruuuuu!!

SecondLife: 8 Planets and so on

Belajar bersama di SecondLife dengan Ms. Ines Ogura membuat anak-anak tertarik untuk mempelajari hal lain selain building membuat proyek 8 planet tata surya.

Evan menemukan "timbangan" planet di sini: 

Wah, saya sampai terpana melihatnya. Keren banget!
Belajar materi "berat" dengan cara menyenangkan? Anak kecil pun bisa!

The Anatomy Show


The Anatomy Show, atau di Singapore lebih dikenal dengan nama The Body Show, akan mulai menggelar pamerannya dari tanggal 16 Juli 2010 sampai dengan 3 Oktober 2010 di FX Mall, Jakarta, setelah sebelumnya sukses mengadakan pameran selama tiga bulan di Singapore sebagai persinggahan pertama dari rangkaian tournya di Asia.

Kami berkesempatan untuk berkunjung ke FX Plaza setelah mengikuti Green Festival di parkir Senayan.

Info selanjutnya bisa dibaca di: 

Kimi, the Little Baby Boy

Senangnya kalo ada temen yang maen ke rumah.. Apalagi seorang bayi kecil! Tante Devi, kapan maen ke sini  lagi?

Connetrix

Belajar bagi kami tidak bisa dilepaskan dari permainan. Clay mendapatkan hadiah ulang tahunnya dari Aimee, Josia dan adik-adiknya. Permainan ini mengasah keterampilan untuk berkreasi dan bersabar dan kreatif. Mereka bisa memainkan Connetrix berjam-jam dan menghasilkan berbagai macam bentuk. :)

Happy Building!

Birthday Cake for Papa

Kami memutuskan untuk membuat kue ulang tahun untuk Papa tahun lalu. Asik banget! Menurut kami, belajar di rumah, membuat kami sadar, kalau semua aktifitas yang kami lakukan adalah proses belajar.

Kami belajar:
- membaca resep
- menyiapkan peralatan yang dipakai
- bahwa semua butuh proses, tidak ada yang mudah
- memasak dengan cinta dan sukacita, memberikan kepuasan tersendiri
- berhemat dengan membuat cake sendiri daripada membeli
- untuk "menghasilkan" dan bukan "menghabiskan" -tidak konsumtif
- bekerja sama

Salah satu tempat favorit kami belajar adalah DAPUR!
Karena saat belajar di dapur, kami tidak hanya "mengenyangkan" pikiran kami dengan pengetahuan, tetapi juga perut kami. Yum!

Membuat Timbangan Sederhana

Salah satu hal yang sangat memuaskan hati saya adalah ketika melihat wajah anak-anak belajar di rumah. Tidak ada ketegangan, tidak ada paksaan, tidak ada omelan, semua berjalan dengan gembira. Kami memiliki komitmen untuk sebisa mungkin tidak membentak dan berteriak kecuali ada hal yang darurat, misal: kebakaran. Apakah berhasil? Sejauh ini belum. Tapi kami mau belajar untuk lebih baik setiap hari. :)

Percobaan ini diambil dari buku Math My Pals 3A. Evan menyiapkan semua peralatan yang diperlukan sendiri.  Clay dan saya memiliki tugas untuk dikerjakan masing-masing. Evan mengambil gantungan baju di tempat jemuran, membuka lemari scrapbook saya dan mencari tali, mengambil gelas bekas Aqua mini yang ditinggalkan Bobo (: nenek) sewaktu berkunjung ke rumah kami.

Saya membantunya untuk melubangi gelas dengan gunting, tapi selebihnya untuk membuat simpul dan lainnya, itu adalah tugas mandiri Evan. Giliran Clay dan saya yang menjadi penonton (: murid), dan Evan yang menjelaskan.

Mereka terbiasa belajar mandiri dan memberikan penjelasan, sedangkan tugas saya hanya ada di dekat mereka jika mereka membutuhkan pertolongan. Homeschooling itu asyik!

Simple Salad

Menurut beberapa buku yang kami baca, makan makanan mentah (dan bersih, tapi yaaa...), itu menyehatkan lho. Kandungan gizi dari sayur dan buah yang tidak mengalami proses pemanasan, pengasinan, pengawetan, pendinginan, dll. sangat maksimal diasup oleh tubuh.

Salah satu cara kami mengasup makanan mentah adalah dengan membuat salad yang mudah dan sehat.

Bahan-bahan yang dipakai:
wortel
kacang edamame
lettuce
gula batu cair
garam

Cara:
Semua bahan dicuci bersih dengan air mengalir (supaya pestisida dan telur insektisida terbuang)
Bilas dengan air minum
Tiriskan
Masukkan ke dalam mangkuk besar, tambahkan gula batu cair dan garam sesuai selera
Sajikan segera

Bahan-bahan di atas bisa divariasi sesuai selera. Kadang kami menambahkan jagung manis yang sudah direbus dan dipipil, brokoli yg dikukus sebentar, kembang kol kukus, kacang, biji bunga matahari.

Ada yg bertanya: "Kok bumbunya ga pake mayones?"

Kami memakai bumbu minimal krn ini bagian dari proses keluarga kami memperoleh kesehatan optimal. kami sedang belajar MEMANJAKAN ORGAN TUBUH LAIN, yang BUKAN LIDAH. Hehehe, demikian jawaban saya. Enak nomer sekian, yang penting sehat dulu. :p

Kunjungan ke Pabrik Sandal

Bersama teman-teman homeschoolers berkunjung ke pabrik sandal. Terima kasih untuk kemurahan hati Bapak dan Ibu pemilik pabrik yang mau menerima kunjungan kami.

Percobaan Sains Mandiri

Kami menerapkan prinsip: "Everybody is working in the house." di rumah kami.
Clay dan Evan sudah cukup besar untuk melakukan berbagai hal sendiri. Ada beberapa hal yang kami masih awasi, misalnya pemakaian benda tajam dan kompor.

Sering dalam buku-buku yang mereka pelajari, terdapat berbagai macam percobaan untuk membuktikan fakta sains.

Clay mempersiapkan semua peralatannya seorang diri, dan sampai pada waktu menyalakan kompor, baru saya "wajib hadir" di dapur. Selebihnya, dari mempersiapkan bahan, proses pengujian dan menjelaskan, saya dan Evan hanya menjadi penonton (murid -red.).

Boneka dari Sarung Tangan

Membuat boneka jari yang sangat mudah. Semua anak juga bisa. Bahan yang diperlukan: sarung tangan (Rp. 3500), spidol, mata (per biji Rp 50) dan IMAJINASI! Selamat berkarya dan bercerita! Oya, bisa dipakai untuk pelajaran berhitung juga lho.

Cooking Class with Chef Theresia H. at Farmers Market

Cooking Class with Chef Theresia H. at Farmers Market, Feb 26th, 2011. 

Untuk mendukung kesukaan Evan memasak, sedangkan saya tidak terlalu piawai dalam hal ini, saya menawarkan pada Evan untuk belajar langsung dari ahlinya. Chef! 


Beberapa resep yang kami pelajari di sana: Prawn Creole dan Honey Mustard Chicken Breast. 
Hmm.. enak banget masakan Chef  Theresia H. 


Mimpi Evan kalau besar nanti, dia akan mempunyai kafe dan dia yang menciptakan berbagai resep sehat dan lezat! Keep on dreaming, Boy! We support you!

Pear Pancake

Evan suka memasak. Hobinya mulai kelihatan menonjol ketika berkunjung ke Semarang dan membuat BoVan Cake. Mama mengajari Evan membuat marmer cake. Evan senang sekali, sampai dia membuat promosi jingle iklan BoVan cake direkam di HP saya. :)

Ketika main ke rumah temannya, Miguel, Arrigo dan Felica, Evan bercerita dia ikutan membuat es melon. Melon "dikerok" berbentuk bulatan dengan sendok khusus. 

Akhirnya, untuk mendukung hobi dan keahlian memasaknya, saya sering memberikan kebebasan memilih untuk memasak sendiri sarapan yang Evan inginkan. Ini adalah resep ciptaannya sendiri: Pear Pancake. Yummy and healthy pancake, Chef Evan!

Practical Living Skill/ Pelajaran Keterampilan Hidup

Practical Living Skills merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dlm kehidupan. Terinspirasi dari Ibu Leriwati, Kepala Sekolah TK BPK Penabur, beliau pernah menyampaikan tentang hal ini.

Seorang pilot yang kena PHK, banting setir menjadi penjual bakso yang laris. Pilot tersebut bertanggungjawab atas hidup keluarganya dan tidak malu untuk alih profesi. 

Kami sebagai orang tua tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan anak-anak kami, di saat usia kami semakin bertambah. Yang kami bisa lakukan saat ini adalah, memberikan wawasan dan keterampilan sebanyak mungkin kepada anak-anak kami. Clay is learning to operate sewing machine. 

Yay! Look at that happy face!

Wednesday, May 4, 2011

Guru-Guruku yang Pintar, Baik dan Lucu

by Ekawati Indriani P on Thursday, April 14, 2011 at 3:24pm

Ini bukan judul lomba mengarang waktu aku SD. Ini tulisan yang aku buat sekarang, saat aku berusia 30th lebih (hihi ga mau ngaku umur persisnya).

Selama proses homeschool, aku semakin menyadari, seorang anak tidaklah membutuhkan guru. Untuk belajar, yang diperlukan hanyalah kecintaan belajar itu sendiri. KEBUTUHAN akan BELAJAR. Tugas kami sebagai orang tua, hanya menyediakan fasilitas yang dibutuhkan mereka. 

Kadang kami menemani mereka utk berkunjung ke pabrik.
Kadang kami mengajak mereka utk bergabung di acara makan malam menjamu keluarga rekan kerja Papanya.
Kadang kami mengajak mereka beli martabak dan kopi untuk satpam di perumahan kami.
Kadang kami minta "dimengerti'" untuk kami punya waktu pacaran berdua dan mereka punya waktu main sendiri.
Kadang kami minta maaf karena sibuk mengurus pekerjaan kami, sehingga tidak bisa membacakan cerita sebelum tidur. 
Kami mendapati, semakin kami menjalani homeschooling, semakin itu merubah banyak hal dalam hidup kami.

Acara menonton TV yang dulu sering saya bilang membuang waktu, sekarang menjadi salah satu cara kami belajar. 
MacGyver contohnya. Saya sukaaaa banget tokoh itu. Heran dan kagum banget, apa ada ya di dunia nyata, ada orang kayak dia? Banyak hal positif yg kami pelajari dr tokoh MacGyver. Kreatif. Positif. Optimis. Pantang menyerah. Ganteng lagi.. Hihihi.. Ini salah satu ungkapan saya mengagumi salah satu ciptaan Tuhan. :P
Tapi menurut Evan, dia nggak suka dengan salah satu kelakuan si Mac. "Ma, dia itu aneh. Masak cewek enggak kenal baru ketemu, terus dia mau cium. Sembarangan." Wkwkwk.. aku seneng banget campur geli dengernya, artinya Evan sudah mengerti batas2 pergaulan pria dan wanita. ^_^

Belajar di mana saja dan kapan saja, seringkali tanpa buku dan alat tulis.

Nah,kembali ke judul di atas. 
Seiring bertambahnya usia, aku makin menyadari teknologi makin berkembang dan aku punya pilihan untuk belajar atau tertinggal.

Terinspirasi dari postingan di Twitter, seorang nenek 102 th, menuliskan statusnya di FB melalui iPad miliknya, membuat saya sadar, harus bener2 belajar banyak.

Nah, salah satu subyek yang sangat menantang bagiku adalah area digital. Semuanya serba digital sekarang. Kamera. Komputer. Termometer. Rice cookerpun skrg ada yg digital, kan? Suatu ketika, salah seorang sepupu saya yang baik memberikan link untuk ikut lomba fabric design. Lomba bikin desain kain utk anak2. Kebetulan krn aku suka banget menggambar kartun, Tapiiii.. filenya harus diserahkan dlam bentuk digital lewat email. Hah. Akhirnya aku menyerah kalah sebelum berperang karena tidak mampu. Huhuhu. Gambarnya ada di komputer, masih dalam bentuk foto pake kamera Blackberry karena aku tidak bisa meng-edit nya dengan Photoshop. Menyedihkan, bukan?

Berbekal tekad bulat dan sekeras baja, hihihi, aku mencoba mencari semua tutorial di youtube. Semakin melihat, semakin pusing. Semakin gepeng tekadku. Sudah tidak lagi bulat. Tidak lagi sekeras baja, tapi selembek tempe. :( 

Tiba-tiba aku ingat, hal-hal yang "sulit" buat aku, sangat mudah dicerna oleh Evan. Sering aku bingung dengan software baru, dia yang utak atik lebih dulu dan kemudian menjelaskannya padaku. Sering juga buku2 tebal yang aku harus baca kalimatnya beberapa kali, Clay dalam sekejab sudah habis dan menceritakan apa yang dibacanya kepadaku. "Maksudnya begini lho, Ma.."  dan saya cuma manggut-manggut. Ah,ternyata mereka inilah yang menjadi guruku.

Karena kebutuhan untuk belajar Photoshop sudah tak tertahankan, akhirnya, saya memberanikan diri bertanya pda Mbak Lala, minta ijin, boleh nggak belajar Photoshop bersama Yudhis. (Secara kalo belajar sama Mbak Lala, nanti pasti bikin stres soalnya aku gak bisa2. Hihihi..) -sadar diri, bolot banget kalo belajar hal2 kayak ginian- ^_^

Akhirnya, setelah beberapa kali pertemuan dengan menggunakan Skype, barulah saya bisa membuat ini dan itu. Sukaaa banget belajar sama Yudhis. Suka denger suaranya dan kesabarannya saat aku tergagap-gapap tidak bisa mengikuti instruksinya (yang jelas tapi terlalu cepat buatku). "Gimana, Tante, udah bisa belom?" "Mana yang masih belom ngerti, Tante?" "Tante kesulitan apa selama seminggu ini?"

Pertanyaan-pertanyaan yang tulus dengan niat membantu, suara tertawa Yudhis yang polos, membuat aku belajar jauh lebih banyak dari sekedar Pixlr (sejenis Photosop online).

Aku jadi merenung, apakah aku sesabar dan setulus Yudhis, jika anak-anak bertanya sesuatu yg mereka belum mengerti?

Biasanya aku malah cemberut dan mengerutkan kening sambil berkata:"Haduuuuh, ini kan sudah baca minggu lalu kan? Masak lupa lagi?" Aku jadi malu. Yudhis dengan sabar sama sekali tidak pernah mengungkapkan hal seperti itu. Sikapnya sangat positif sekali. Saya jadi terbayang-bayang Mbak Lala yang selalu tersenyum. Hm.. mungkin Yudhis sabar krn Mb Lala juga sabar. 

Kadang Clay tidak sabaran juga saat Evan bertanya sesuatu pada dia. Tapiii.. kalo aku refleksi balik, kayaknya aku juga bersikap begitu sama dia. Jadi, kesimpulannya: aku harus BERTOBAT! 

Bertobat untuk memiliki hati seperti anak-anak.
Bertobat untuk lebih banyak tertawa, bukan merengut.
Bertobat untuk lebih menikmati hidup dan belajar dari kesalahan.
Bertobat untuk lebih banyak belajar BERSAMA anak-anak.
Bertobat untuk tidak menjadi munafik, tapi polos dan apa adanya seperti anak-anak.

Tulisan ini dibuat, sebagai apresiasi untuk ketiga Guruku yang pintar, baik hati dan lucu.

Clement Wolfhunter
Stefan Ogrimund
Yudhis Neutron
(in alphabetical order)

Terima kasih. Kalian mengajarkan banyak buat hidupku.

Terima kasih juga untuk Mbak Lala yang sudah mengijinkan aku belajar bersama Yudhis.
Evan dan aku, di Photo Booth. Evan yang mengajariku untuk membuat foto "konyol" seperti ini. ;P

Parenting and Mothering

by Ekawati Indriani P on Wednesday, April 13, 2011 at 5:34pm

Kata "parenting" membuat saya berpikir, bahwa menjadi "parent", orang tua adalah salah satu bentuk "pekerjaan". Bukan hanya label yang muncul setelah kita memiliki akte kelahiran anak kita. Not that simple.

Saat saya marah, kelelahan dan frustasi menghadapi anak-anak saat mereka tidak taat dan bandel, kadang saya hanya duduk diam, hampir menangis (kadang nangis beneran juga huhuhu...) di pojokan kamar dan merasa semua yang saya lakukan untuk mendidik mereka sia-sia. 

Percuma saya melepaskan pekerjaan saya.
Percuma tinggal di rumah dan tidak mendapatkan income.
Percuma saya tinggal di rumah untuk mengurus makanan dan memperhatikan gizi mereka.
Percuma saya membacakan cerita karakter, mengajarkan sopan santun dan  mengajak berdoa bersama.
Rasanya apa yang saya lakukan sia-sia belaka.

Sampai suatu ketika, saya bilang sama mereka, saat kemarahan saya memuncak, "Bener ya apa yang Bob Ho* bilang: Spying is easy, babysitting is hard."  
Hhhhh... (sambil ngaca dan mendapati muka saya jeleek banget!)
Saya setuju banget sama Bob Ho. 100%.
*Jacky Chan starring as Bob Ho in "The Spy Next Door"

Saya pernah kerja di pabrik garment di Semarang. Wah, itu salah satu pekerjaan TERBERAT yang saya pernah alami.
Posisi saya waktu melamar di sana yang tersedia cuma follow-up. Hah? Namanya kok aneh bener ya? Ternyata tugasnya merefleksikan arti nama jabatannya. I must follow EVERYTHING!
Mulai dari "membaca" desain dari buyer yang dikirim lewat mesin fax (jaman itu blm ada email), saya harus menghitung jumlah benang, jumlah kancing, jumlah kain, menghubungi tukang bordir untuk membuat plate aplikasinya, menghubungi tukang celup kain, tiap ukuran membutuhkan jumlah yang berbeda.  MENGAWASI SEMUA proses pembuatan dari gambar sampai menjadi baju yang bisa dikenakan. Halah, ampun bener. Minjem istilah sekarang punya Ndoro Kakung, PECAS NDAHE. Pecah ndase. Kepala mau pecah.

Pernah kerja juga di apartemen, bagian tenant relation. Istilahnya aja keren. Kerjaannya terima laporan dan komplen dari penghuni. Hahaha. Kebayang ga sih, ratusan kamar yang dihuni berbagai macam orang? Ada yang protes plafon retak. Ketinggalan kunci kamar di dalam kamar, sampe harus saya nemenin teknisi untuk jebol gypsum utk mengambil kuncinya. Ada yang komplen apartemennya kebocoran dari lantai atas, sampe plafonnya jebol. Sedangkan penghuni yg di atasnya tdk bisa dihubungi.. Oh, ruwetnya. Belum lagi kebanyakan penghuni tidak berasal dari satu negara denganku. Jadi kalo omelan berupa bahasa asing, aku lebih banyak manggut-manggut dan senyum2 o'on. :p

Hal yang sama terjadi saat saya memutuskan untuk mengurus rumah, menjadi Home Maker. Bukan sekedar pengurus rumah tangga. Bukan sekedar mengurus keperluan keluarga. Tapi saya berkomitmen untuk ada di rumah dan menciptakan suasana nyaman buat suami dan anak-anak, juga tamu ataupun keluarga yang berkunjung.

Ternyata bagi saya, jadi homemaker memiliki cakupan yang sangaaat luas dan jauh lebih kompleks daripada pekerjaan saya yang terdahulu.

Tanggung jawab yang saya pikul lebih besar.Berkaitan dengan masa depan anak2.
Ini adalah masa saya menabur benih takut akan Tuhan.
Menabur berbagai benih karakter baik.
Masa menabur, bukanlah masa yang indah seperti masa memanen. 
Masa menabur, tidaklah melihat hasil. Membutuhkan iman dan percaya.
Sebagian dipercayakan pada Sang Kuasa dan sebagian adalah tanggung jawabku untuk bekerja.
Sekalian lagi, keluarga kami memilih homeschooling, jadi tidak ada lagi "kambing hitam" yang bisa disalahkan jika sesuatu berjalan tidak benar.

Saya bersyukur untuk semua pimpinanNya selama ini.
Saya bersyukur untuk banyak teman dan sahabat yang berada di samping saya dalam menjalani hari-hari "perjuangan" ini.
Saya bersyukur memiliki orang tua yang sangat mendukung setiap pilihan yang kami ambil
Saya bersyukur mengenal banyak wanita hebat yang bisa saya teladani untuk menjadi seorang ibu bagi anak-anak saya.
    "For the hand that rocks the cradle
    Is the hand that rules the world."
    William Ross Wallace
    "Tangan yang mengayun ayunan
    Adalah tangan yang memimpin dunia."
    William Ross Wallace

Tulisan ini saya dedikasikan kepada:

- Mama Hiang, seorang wanita yang sangat mandiri, pantang menyerah dan selalu bersikap optimis dalam kondisi apapun. Ing2 bersyukur sekali punya Mama Hiang yang sangat inspiratif dan serba bisa. 
Xie2, Ma, buat semua teladan Mama menjadi seorang istri, mama, anak dan menantu yang luar biasa!

- para ibu di rumah, yang kadangkala merasa putus semangat seperti saya, TETAP SEMANGAT!
- para ibu bekerja, yang dengan kondisi yang ada harus berpisah dengan anak2 di hari kerja krn  memberikan support untuk suami
- para ibu, single mom, yang dengan segala keterbatasan dan usaha maksimal tetap berusaha memberikan yang terbaik buat anak-anaknya
- para ibu, yang memperoleh kehormatan untuk mengasuh dan mendidik anak dengan kebutuhan khusus (special needs), mereka adalah permata yang mengajarkan banyak hal berharga bagi kita

HAPPY MOTHERING!
Menanam padi mirip dengan menanam banyak benih baik dalam diri anak2 dan saya sendiri. Melelahkan, harus konsisten, kotor, butuh banyak perjuangan.. tapi jika tidak dilakukan.. Kita tidak bisa makan nasi yang enak dan pulen saat lapar.. Semua ada waktunya. HAPPY PARENTING!